Untuk Lebih Lengkapnya Klik Link dibawah:
1.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Harga
Dalam menentukan harga suatu perusahaan diperlukan suatu
penganalisaan yang tepat dan tajam kedepannya.Hal ini dikarenakan dalam suatu
harga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga. Bagi
suatu perusahaan yang menetapkan harga tidak harus memperhatikan harga pokok
produk dan target keuntungan, tetapi juga harus memperhatikan faktor-faktor
lain. Menurut Kotler dan Amstrong yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2000:146),
menjelaskan ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan
harga, yaitu faktor internal dan eksternal perusahan.
Adapun yang termasuk kedalam faktor lingkungan internal
perusahaan adalah:
a.
Tujuan pemasaran perusahaan
Faktor utama yang menentukan dalam penetapan harga
adalah tujuan pemasaran perusahaan.Tujuan tersebut bisa berupa maksimalisasi
laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar,
menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas, mengatasi persaingan, dan
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lain-lain.
b.
Strategi Bauran pemasaran
Harga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran
(marketing mix).Oleh karena itu,
diperlukan koordinasi yang sinergis dan saling mendukung dengan baurab
pemasaran lainnya.
c.
Biaya
Biaya merupakan faktor yang yang menentukan harga
minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.Oleh
karena itu, setiap perusahaan pasti menaruh perhatian besar pada stuktur biaya
tetap dan variabel serta jenis-jenis biaya lainnya.
d.
Organisasi
Manajemen
perusahaan perlu memutuskan siapa yang ada didalam organisasi yang harus
menetapkan harga.Jadi, setiap perusahaan menangani masalah penetapan harga
menurut caranya masing-masing.
Sedangkan yang termasuk kedalam faktor lingkungan
eksternal perusahaan adalah:
1)
Sifat pasar dan pemasaran
Setiap perusahaan perlu memahami sifat pasar dan
pemimpin pasar yang dihadapinya, apakah termasuk pasar persaingan sempurna,
persaingan monopoli, dan oligopoli. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya
adalah elastisitas permintaan.
2)
Persaingan
Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menganalisis
karakteristik persaingan antara lain :
a)
Jumlah perusahaan dalam indusrti
b)
Ukuran relative setiap anggota dalam industri
c)
Diferensiasi produk
2. Metode Penetapan Harga
Dalam menetapkan harga jual, suatu perusahaan biasanya
mempunyai metode tersendiri dalam melakukan penetapan harga.Hal ini ditentukan
dalam jenis produk yang dihasilkan, bentuk perusahaan, bahkan tergantung dari kebijakan
perusahaan itu sendiri. Secara garis besar metode penetapan harga dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori utama yaitu: Metode penetapan harga
berdasarkan permintaan, berdasarkan biaya, bersarkan laba, dan berdasarkan
persaingan (Kotler & Amstrong, 2001:529-548).
a.
Metode Penetapan Harga Berdasarkan Permintaan
Metode ini lebih menekankan faktor-faktor yang
mempengaruhi selera dan preferensi
pelanggan daripada faktor-faktor seperti biaya, laba dan persaingan. Permintaan
pelanggan sendiri berdasarkan pada berbagai pertimbangan diantaranya adalah:
1)
Kemampuan pelanggan untuk membeli (daya beli)
2)
Posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni
menyangkut apakah produk tersebut merupakan simbol status atau hanya produk
yang digunakan sehari-hari.
3)
Manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan
4)
Harga produk
5)
Pasar potensial bagi produk tersebut.
6)
Sifat persaingan non-harga
7)
Perilaku konsumen secara umum.
8)
Segmen-segmen dalam pasar.
Paling
sedikit ada tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam metode penetapan
harga berdasarkan permintaan, yaitu skiming
pricing, penetration pricing, prestige pricing, price lining pricing, odd-even
pricing, demand-backward pricing and bundle pricing.
a)
Skimming pricing
Strategi
ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga tinggi bagi suatu produk baru atau
inovatif selama tahap perkenalan, kemudian menurunkan harga tersebut pada saat
persaingan mulai ketat.Strategi ini baru bisa berjalan dengan baik bila
konsumen tidak sensitif terhadap harga, tetapi lebih menekankan
pertimbangan-pertimbangan kualitas, inovasi dan kemampuan produk tersebut dalam
memuaskan kebutuhannya. Bila segmen pasar yang tidak sensitive terhadap harga
ini telah terpuaskan (dilayani dengan baik), maka perusahaan akan menurunkan
harganya untuk menarik segmen pasar lainnya yakni segmen yang lebih sensitif
terhadap harga modifikasi produk.
b)
Penetration
pricing.
Dalam
strategi ini perusahaan berusaha memperkenalkan suatu produk baru dengan harga
rendah dengan harapan akan dapat memperoleh volume penjualan yang besar dalam
waktu yang relatif singkat. Selain itu strategi ini juga bertujuan untuk
mencapai skala ekonomis dan mengurangi minat dan kemampuan pesaing, karena
harga yang rendah menyebabkan marjin yang diperoleh tiap perusahaan menjadi
terbatas.
c)
Prestige pricing.
Harga
dapat digunakan oleh pelanggan sebagai ukuran kualitas atau prestisesuatu barang atau jasa. Dengan
demikian bila harga diturunkan sampai tingkat tertentu, maka permintaan
terhadap produk tersebut akan turun. Prestige
pricing merupakan strategi menetapkan tingkat harga yang tinggi sehingga
konsumen yang peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk dan kemudian
membelinya. Produk-produk yang sering dikaitkan dengan prestige pricing antara lain permata, berlian, parfum, poerselin,
limosin, jaket kulit dan lainnya. Produk-produk tersebut malah akan sulit laku
bila dijual dengan harga murah.
d) Price-lining pricing.
Digunakan
apabila perusahaan menjual produk lebih dari satu jenis.Harga untuk lini produk
tersebut bisa bervariasi dan diterapkan pada tingkat harga tertentu yang
berbeda. Misalnya harga lini produk kamar hotel untuk room rate pada tahun 1999
ditetapkan pada tingkat harga standar Rp 75.000,- sampai dengan super deluxe Rp
100.000,-
e) Odd-even pricing.
Bila
kita masuk ke supermarket sering kali kita menemui barang yang ditawarkan
dengan harga yang ganjil, misalnya Rp 4.975,- dan Rp 9.975,- . pertanyaan yang
bisa muncul adalah bukankah harga-harga tersebut sebenarnya sama Rp 5000,- dan
Rp 10.000,- ? Apalagi saat ini sulit untuk mencari uang kembalian Rp5,- dan
Rp25,- bahkan sering sekali diganti dengan permen. Harga-harga tersebut
ditetapkan dengan metode odd-even pricingyakni
harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu. Masih banyak kelompok
kosumen yang menganggap bahwa harga Rp 9.975,- masih dibawah Rp10.000,- artinya
bila dibayar dengan Rp10.000,- masih ada kembalian.
f)
Demand-backward
pricing.
Perusahaan
memperkirakan suatu tingkat harga yang bersedia dibayar oleh konsumen untuk
produk-produknya yang relatif mahal seperti halnya shopping good.Kemudian perusahaan yang bersangkutan menentukan
marjin yang harus dibayarkan kepada wholesaler
dan retailer.Setelah itu barulah
harga jualnya dapat ditentukan. Jadi proses ini belajar kebelakang sehingga
istilahnya disebut demand-backward prising. Berdasarakan suatu target harga
tertentu, kemudian perusahan menyesuaikan kualitas komponen-komponen produknya.
Dengan kata lain, produk didesain sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
target harga yang ditetapkan.
g) Bundle-pricing.
Merupakan strategi pemasaran dua atau lebih produk dalam
satu harga paket.Misalnya agen perjalanan menawarkan paket liburan yang menyangkut
transportasi, akomodasi dan kosumsi.Bundle-pricing
didasarkan pada pandangan bahwa konsumen lebih menghargai nilai paket tertentu
secara keseluruhan dari pada nilai masing-masing item secara
individual.Strategi ini memberikan manfaat besar bagi pembeli dan penjual.
Pembeli dapat menghemat biaya total sedangkan penjual dapat menekan biaya
pemasaran.
b. Metode Penetapan Harga Berdasarkan Biaya
Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah
aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan.Harga ditentukan berdasarkan
biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga
dapat menutupi biaya-biaya langsung, overhead
dan laba.
1)
Standart markup pricing.
Dalam standart markup pricing harga ditentukan dengan
jalan menambahkan persentase tertentu dari biaya pada semua item dalam suatu
kelas produk.Metode ini banyak diterapkan di supermarket dan toko-toko eceran
yang menawarkan banyak lini produk.Persentase markup bervariasi besarnya, tergantung pada toko eceran (pakaian,
grosir, atau furniture) dan jenis produk yang dijual.Biasanya produk-produk
perputarannya tinggi dikenakan markup yang
lebih kecil dibandingkan produk-produk yang tingkat perputarannya rendah.
2)
Cost plus percentage of cost pricing.
Banyak
perusahaan manufaktur, arsitektural dan kontruksi yang menggunakan berbagai
variasi standart markup pricing.
Dalam cost plus percentage of cost
pricing, perusahaan menambahkan persentase tertentu terhadap biaya produksi
atau kontruksi. Metode ini sering kali digunakan untuk menentukan harga suatu
item atau hanya beberapa item.
3)
Cost
plus fixed fee pricing.
Metode
ini banyak diterapkan pada produk-produk yang sifatnya sangat teknikal seperti
sewa mobil, pesawat atau satelit. Dalam strategi ini pemasok atau produsen akan
mendapatkan ganti atas semua biaya yang dikeluarkan, berapapun besarnya, tetapi
produsen tersebut hanya memperoleh bayaran tertentu sebagai laba yang besarnya
tergantung pada biaya final proyek tersebut yang disepakati bersama.
4)
Experience curve pricing.
Metode ini dikembangkan atas dasar konsep efek belajar (learning effect) yang menyatakan bahwa
unit biaya barang dan jasa akan menurun antara 10% hingga 30% untuk peningkatan
sebesar dua kali lipat pada pengalaman perusahaan tersebut dinyatakan dalam
volume produksi dan penjualan. Berdasarkan konsep ini biaya rata-rata per unit
dapat diperkirakan secar matematis, misalnya perusahaan meramalkan biayanya
akan menurun sebesar 15% setiap kali terjadi peningkatan volume produksi
sebesar dua kali lipat. Dengan demikian biaya produksi dan penjualan unit ke
100 akan sebesar 85% dari biaya unit ke 50 dan seterusnya. Strategi ini banyak
diterapkan pada perusahaan-perusahaan elektronik, misalnya tape recorder, laser
disk, compact disk dan sebagainya.
c. Metode Penetapan Harga Berdasarkan Laba
Metode ini berusaha menyeimbangkan penetapan biaya dalam
penetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume laba
spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau
investasi.
1)
Target profit pricing. Target profit
pricing umunya berupa ketetapan atas besarnya target laba tahunan yang
dinyatakan secara spesifik.
2)
Target return on sales pricing.
Dalam metode ini, perusahaan menetapkan tingkat harga tertentu yang dapat
menghasilkan laba dalam persentase tertentu terhadap volume penjualan. Biasanya
metode ini banyak digunakan oleh jaringan-jaringan supermarket.
3)
Target return on investment pricing.
Dalam metode ini perusahaan menetapkan besarnya suatu target ROI tahunan.
Kemudian harga ditentukan agar dapat mencapai target ROI tersebut.
d. Metode Penetapan Harga Berdasarkan Pesaing.
Selain berdasarkan pertimbangan biaya, permintaan atau
laba, hara juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu menurut apa yang
dilakukan pesaing. Metode penetaan harga berbasis persaingan terdiiri atas
empat macam yaitu Custmary pricing,
above, at, or below market pricing, loss leaderpricing dansealed
leader pricing.
1)
Customary pricing. Metode ini digunakan untuk produk yang
harganya ditentukan oleh faktor-faktor seperti tradisi, saluran distribusi yang
terstandarisasi, atau faktor persaingan lainnya. Penetapan harga yang dilakukan
berpegang teguh pada tingkat harga tradisional. Perusahaan berusaha untuk tidak
mengubah harga diluar batas-batas yang diterima. Untuk itu perusahaan
menyesuaikan ukuran dan isi produk guna mempertahanan harga.
2)
Above, at, or below market pricing. Umumnya
sangat sulit untuk mengidentifikasi harga pasar spesifik untuk suatu produk
atau kelas produk tertentu. Oleh karena itu sering kali ada perusahaan yang
menggunakan pendekatan subjektif dalam memperkirakan harga pesaing atau harga
pasar. Berdasarkan patokan subjektif tersebut, kemudian perusahaan secara
cermat memilih strategi penetapan harga yang berada diatas, sama, atau dibawah
harga pasar.
3)
loss leader pricing. Kadangkala
untuk keperluan promosi khusus, ada perusahaan yang menjual suatu produk
dibawah biaya produksinya. Tujuannya bukan untuk meningkatkan penjualan produk
yang bersangkutan, tetapi untuk menarik konsumen khususnya yang ber-markup tinggi. Jadi suatu produk
dijadikan semacam penglaris agar produk lainnya laku. Produk penglaris tersebut
biasanya dipromosikan dengan dasar persediaan terbatas “ selama persediaan
masih ada ”atau” hanya untuk 100 pelanggan pertama”. Penetapan harga penglaris
(loss leader pricing) merupakan alat
untuk mempromosikan pengecer dan bukan produknya, sehingga ada pula produsen
yang tidak sukabila produk-produknya dijadikan penglaris.
4)
Sealed leader pricing. Metode ini
menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya melibatkan agen pembelian. Jadi
bila ada perusahaan atau lembaga yang ingin membeli suatu produk, maka yang
bersangkutan menggunakan jasa agen pembelian untuk menyampaikan spesifikasi
produk yang dibutuhkan kepda calon produsen diminta untuk menyampaikan harga
penawarannya untuk kuantitas yang dibutuhkan. Harga penawaran tersebut harus
diajukan untuk jangka waktu tertentu, kemudian diadakan semacam lelang untuk
menentukan penawaran terendah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kontrak
pembelian
Untuk Lebih Lengkapnya Klik Link dibawah:
No comments:
Post a Comment